Sifat-sifat agregat sangat berpengaruh
pada mutu campuran beton. Sifat-sifat ini harus kita ketahui dan pelajari agar
dapat mengambil tindakan yang positif dalam megatasi masalah yang timbul.
Agregat yang digunakan diindonesia harus memenuhi syarat SII 0052-80, “Mutu dan
Cara Uji Agregat Beton” dan dalam hal-hal yang tidak termuat dalam SII 0052-80
makaagregat tersebut harus memenuhi syarat dan ketentuan yang diberikan oleh
ASTM C-33-82, “Standard Specification For
Concrete Aggregates” (ulasan PB, 1989:14).
Serapan Air dan Kadar Air Agregat
Pada
saat terbentuknya agregat kemungkinan terjadinya udara yang terjebak dalam
lapisan agregat atau terjadi karena dekomposisi mineral pembentuk akibat
perubahan cuaca, mak terbentuklah lubang, atau rongga kecil didalam butiran
agregat (pori). Pori dalam agregat mempunyai variasi yang cukup besardan
menyebar diseluruh tubuh butiran. Pori mungkin menjadi reservoir air bebas
didalam agregat. Presentasi berat air yang mampu diserap agregat didalam air
disebut sebagai serapan air,
sedangkan benyaknya air yang terkandung dalam agregat disebut kadar air .
A. Serapan Air
Serapan
air dihitung dari banyaknya air yang mampu diserap oleh agregat pada kondisi
jenuh permukaan kering (JPK), atau saturated
surface dry (SSD), kondisi ini merupakan :
a. Keadaan
kebasahan agregat yang hampir sama dengan agregat dalam beton, sehingga agregat
tidak akan menambah maupun mengurangi air dari pastanya.
b. Kadar air di lapangan lebih banyak
mendekati kondisi SSD daripada kondisi kering tungku.
Resapan efektif dinyatakan
dengan banyaknya jumlah yang diperlukan agregat dalam kodisi kering udara (Wku)
menjadi SSD (WSSD), rumusnya adalah:
Resapan
efektif (Ref) dipakai untuk menghitung berat air yang akan diserap
(Wsr) oleh agregat (Wag)dalam adukan beton, yaitu dengan
rumus :
Sehingga
kelebihan air dalam campuran beton yang merupakan kontribusi dari agregat dapat
dihitung dengan rumus :
Air
kelebihan ini dipakai untuk menghitung berat tambahan (Wtam)
terhadap campuran adukan beton, yaitu :
Kelebihan (Wag)dan berat pada
kondisi SSD (WSSD) dapat digunakan untuk menghitung banyaknya
kandungan air (Kair) dalam agregat yang dinyatakan dalam rumus:
B. Kadar Air
Kadar
air adalah banyaknya air yang terkandung dalam suatu agregat.
Kadar air agregat dapat dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :
1. Kadar
air kering tungku, yaitu keadaan yang benar-benar tidak berair.
2. Kadar
air kering udara, yaitu kondisi agregat yang permukaannya kering tetapi
megandung sedikit air dalam porinya dan masih dapat menyerap air.
3. Jenuh
kering permukaan (JPK), yaitu keadaan dimana tidak air di permukaan agregat ,
tetapi masih dapat menyerap air. Dalam kondisi ini air dalam agregat tidak akan
menambah atau mengurangi air pada campuran beton.
4. Kondisi
basah, yaitu kondisi dimana butir-butir agregat banyak mengandung air, sehngga
akan menyebabkan penambahan pada kadar air campuran beton.
Dari
keempat kondisi tersebut hanya dua kondisi yang sering dipakai, yaitu kering
tungku dan kondisi SSD. Kadar air biasanya dinyatakan dalam presentase dan
dapat dihitung sebagai berikut :
Jika
agregat basah ditimbang beratnya (W1 ), kemudian dikeringkan dalam
tungku dengan suhu 1000±50 sampai beratnya konstan
(biasanya selama 16-24 jam), kemudian ditimbang beratnya (W2), maka
kadar airnya (KA) dapat diketahui.
C.
Berat Jenis dan Daya Serap Agregat
Berat
jenis digunakan untuk menentukan volume yang diisi oleh agregat. Berat jenis
dari agregat pada akhirnya akan menentukan berat jenis dari beton sehingga
secara langsung menentukan banyaknya campuran agregat dalam campuran beton.
Hubungan antara berat jenias dan daya serap adalah jika semakin tinggi nilai
berat jenis agregat maka semakin kecil daya serap agregat tersebut.
D.
Gradasi Agregat
Seperti yang telah diuraikan diatas
bahwa gradasi dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu menerus, seragam, dan sela.
Untuk mendapat campuran beton yang baik kadang-kadang kita harus mencampur
beberapa jenis agregat. Untuk tu pengetahuan mengenai gradasi ini pun menjadi
penting. Dalam pengerjaan beton yang paling banyak dipakai adalah agregat
normal dengan gradasi yang harus memenuhi syarat standar, namun untuk keperluan
yang khusus sering dipakai agregat ringan maupun agregat berat.
1.
Gradasi Agregat Normal
SK. SNI T-15-1990-03 memberikan
syarat-syarat untuk agregat halus yang diadopsi dari British Standard di Inggris. Agregat halus dikelompokan dalam empat
daerah seperti dalam tabel berikut ini :
§ Keterangan
:
- daerah gradasi I = Pasir Kasar
-
daerah gradasi II = Pasir Agak Kasar
- daerah gradasi III =
Pasir Halus
- daerah gradasi IV =
Pasir Agak Halus
ASTM C.33-86 dalam “Standard Specification For Concrete
Aggregates” memberikan syarat gradasi agregat halus seperti yang tercantum
dalam tabel dibawah ini, dimana agregat halus tidak boleh mengandung bagian
yang lolos pada satu set ayakan lebih besar dari 45% dan tertahan pada ayaka
berikutnya.
Menurut
British Standard (B.S), gradasi
agregat kadar (kerikil/batu pecah) yang baik sebaiknya masuk dalam batas yang
tercantum dalam tabel berikut :
2.
Gradasi Agregat Campuran
Gradasi
yang baik kadang sangat sulit didapatkan langsung dari suatu tempat (quarry). Dalam praktek biasanya dlakukan
pencampuran agar didapatkan gradasi yang baik antara agregat kasar dengan
agregat halus. SK SNI T-15-1990-03:21memberikan batas gradasi yang diadopsi
dari B.S, seperti yang tercamtum dalam tabel-tabel dibawah ini :
Persen butiran yang lewat ayakan (%) untuk agregat
dengan butir maksimum 40 mm
Persen butiran yang lewat ayakan
(%) untuk agregat dengan butir maksimum 30 mm
Persen butiran yang lewat ayakan
(%) untuk agregat dengan butir maksimum 20 mm
Persen butiran yang lewat ayakan
(%) untuk agregat dengan butir maksimum 10 mm
Modulus Halus Butir
Modulus
halus butir (fines modulus) atau biasa disingkat dengan MHB ialah suatu indek
yang dipakai untuk mengukur kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat
(Abrams, 1918). MHB di definisikan sebagai jumlah persen kumulatif dari butir
agregat yang tertinggal di atas satu set ayakan (38, 19, 9.6, 4.8, 2.4, 1.2, 0.6,
0.3 dan 0.15 mm), kemudian nilai tersebut dibagi dengan seratus (Ilsley,
1942:232).
Makin
besar nilai MHB suatu agregat berarti semakin besar butiran agregatnya. Umumnya
agregat halus mempunyai nilai MHB 5-8. Nilai ini juga dapat dipakai sebagai
dasar untuk mencari perbandingan dari campuran agregat. Untuk agregat campuran
nilai MHB yang biasa dipakai sekitar 5.0-6.0. Hubungan ketiga nilai MHB
tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :
Dengan
:
W
= Persentase berat agregat halus (pasir) terhadap berat agregat kasar (kerikil/
batupecah)
K
= Modulus halus butir agregat kasar
P = Modulus halus butir agregat halus
C
= Modulus halus butir agregat campuran
Untuk
mempermudah perhitungan MHB agregat, pekerjaan sebaiknya dilakukan dengan
tabulasi.
Kekekalan
Kekekalan
agregat dapat diuji dengan menggunakan larutan kimia untuk memeriksa reaksinya
pada agregat (PB 89,1990). Agregat harus memenuhi syarat seperti yang tercantum
dalam SII.0052-80 “Mutu dan Cara Uji
agregat beton” untuk beton normal atau yang memenuhi syarat ASTM C.33-86, “Standard Specification for Concrete
Aggregates” . Syarat mutu untuk agregat normal adalah sebagai berikut :
(1) Agregat halus jika di uji dengan larutan garam
sulfat ( natrium sulfat,NaSO4),
bagiannya yang hancur maksimum 10% dan jika diuji dengan magnesium sulfat (MgSO4)
bagiannya yang hancur maksimum 15%.
(2) Agregat kasar jika diuji dengan
larutan garam sulfat (natrium sulfat, NaSO4), bagiannya yang hancur
maksimum 12% dan jika diuji magnesium sulfat (MgSO4) bagiannya yang
hancur maksimum 18%.
Perubahan Volume
Faktor
utama yang menyebabkan terjadinya perubahan - perubahan dalam volume adalah
kombinasi reaksi kimia antar semen dengan air, seiring dengan mengeringnya
beton. Jika agregat mengandung senyawa kimia yang dapat mengganggu proses
hidrasi dari semen, maka beton yang terbentuk akan mengalami keretakan. ASTM
C.330, “Specification for lightweight Aggregates for Structural Concrete”
memberikan ketentuan bahwa susut-kering untuk agregat ringan tidak boleh
melebihi 0,10%.
Karakteristik Panas
Pada
Agregat karakteristik panas akan sangat mempengaruhi keawetan dan kualitas dari
beton. Sifat utamanya adalah koefisien muai, panas jenis dan pengahantar panas.
1.
Koefisien
muai
Koefisien muai tergantung pada jenis bahan
agregatnya. Koefisien muai berkisar
antara 5,4 x 10-6 sampai 12,6 x 10-6 per derajat celcius,
adapun koefisien muai pasta semen sekitar 10.8 x 10-6 sampai 16.2 x
10-6 per derajat Celsius. Jika koefisien besar, maka perubahan suhu
dapat mengakibatkan perbedaan gerakan sehingga saat melepaskan lekatan antara
agregat dan pasta semen. Jika koefisien
muai dari keduanya berbeda lebih
dari 5,4 x 10-6 , beton akan
retak , jika mengalami panas dan dingin atau jika terjadi kebakaran.
2. Panas
Jenis dan pengantar panas
Panas jenis dihitung jika beton
digunakan untuk pekerjaan masa dan juga untuk pekerjaan khusus.
Bahan-Bahan Lain yang Mengganggu
Bahan-bahan
yang mengganggu adalah bahan yang menyebabkan terganggunya proses pengikatan
pada beton serta pengerasanya.
(1) Bahan padat yang menetap
Lempung, tanah liat dan abu batu tidak
di ijinkan dalam jumlah banyak karena mengakibatkan meningkatnya penggunaan air
dalam campuran beton yang bersangkutan. Bahan-bahan ini tidak dapat menjadi
satu dengan semen sehingga menghalangi penggabungan antara semen dengan agregat.
Akibatnya kekuatan beton berkurang karena tidak adanya saling mengikat.
(2) Bahan-bahan organik humus
Apabila agregat alam mengandung
bahan-bahan organik maka proses hidrasi akan terganggu, sehingga bahan agregat
tersebut tidak dapat dipergunakan dalam campuran beton.
Pemeriksaan Mutu Agregat
Pemeriksaan
mutu agregat dimaksudkan untuk mendapatkan bahan-bahan campuran beton yang
memenuhi syarat, sehingga beton yang dihasilkan nantinya sesuai dengan yang
diharapkan. Agregat
normal harus memenuhi syarat mutu sesuai dengan SII .0052-80, “Mutu dan Cara
Uji Agregat Beton” dan jika tidak tercantum dalam syarat ini harus memenuhi
syarat ASTM C.330-80 “Standard
Specification for Concrete Aggregates” Agregat ringan harus memenuhi syarat
yang diberikan oleh ASTM c.330-80 “Specification
for lightweight Aggregates for Structural Concrete”. Sebagian syarat-syarat
telah di jelaskan di atas.
SUMBER : Mulyono, Tri. 2005. Teknologi Beton. yogyakarta : ANDI
0 komentar:
Posting Komentar